Informasi tentang Merdeka Belajar, Program pelatihan Guru, dan Perkembangan dunia pendidikan

Sabtu, 19 Juni 2021

Ragam Modus Penyelewengan Dana BOS

 Ragam Modus Penyelewengan Dana BOS

Ragam Modus Penyelewengan Dana BOS

Ragam Modus Penyelewengan Dana BOS - Ada banyak cara untuk mengelak anggaran pendidikan, khususnya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang mengalir ke sekolah-sekolah penerima program BOS. Berikut ini adalah beberapa modus penyelewengan pengelolaan dana BOS yang telah terjadi dan saat ini terjadi di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di Lampung.

1. Kepala sekolah diminta untuk menyetor sejumlah uang kepada pengelola dana BOS di Dinas Pendidikan Nasional dengan dalih mempercepat proses penyaluran dana BOS (kasus di hampir semua daerah).

2. Kepala sekolah membayar sejumlah uang kepada seorang pejabat Diknas perorangan dengan dalih uang administrasi (kasus di Bandarlampung 2011, kasus Medan 2011). Diduga personel Dinas Pendidikan Bandarlampung menerima dana BOS 2009 dan 2010 sebesar Rp 250 juta. Para individu ini mendapatkan dana BOS dengan cara dikurangi dana BOS untuk setiap sekolah sebesar Rp. Di Provinsi Sumatera Utara, Kepala Dinas Pendidikan Nasional meminta setoran sebesar 17 persen dari sekolah yang menerima dana BOS tahun 2006 dan 2007. Total dana yang dihimpun Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota mencapai Rp.3 miliar.

3. Kepala Sekolah mengoleksi dana BOS untuk menyuap pegawai BPKP (kasus di Cianjur).

4. Pengelolaan dana BOS tidak sesuai dengan petunjuk teknis (Juknis). Kasus terbesar yang pernah diungkapkan oleh ICW dan BPK adalah kasus di DKI Jakarta. Di Jakarta, penyaluran dan penggunaan bantuan operasional pendidikan (BOP) dan BOS melalui Sekolah Menengah Pertama Induk Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) dan SDN 12 Rawamangun untuk tahun anggaran 2007, 2008 dan 2009 melanggar petunjuk teknis, menyebabkan miliaran rupiah hilang bagi negara.

BPK menemukan indikasi dan potensi kerugian negara dalam mengelola dana Hibah Bos, BOP, dan Blok Grant RSBI di tujuh sekolah di SMPN 30, SMPN 84, SMPN 95, SMPN 28, SMPN 190, SMPN 67 dan SDN 012 RSBI Rawamangun Jakarta Timur.

Kerugian negara dalam pengelolaan dana BOS dan BOP di Induk SMPN diperkirakan mencapai Rp 1,2 miliar. Sementara di SDN 012 RSBI Rawamangun sebesar Rp 4,5 miliar. Kerugian negara terjadi karena dana BOS dan BOP tidak disalurkan oleh Induk SMP kepada pengelola TKBM. Selain itu, pembayaran honorarium tidak didasarkan pada suatu kegiatan. Menurut BPK, pemeliharaan tidak sesuai dengan petunjuk teknis (petunjuk teknis). Bahkan penggunaan dana tidak didukung oleh bukti yang memadai dan pembelian perlengkapan sekolah tidak diyakini benar. Kerugian negara terjadi sebagai akibat dari kelebihan pembayaran honorarium dan banyak duplikasi pembayaran untuk biaya makanan dan minuman.

5. Sekolah meniadakan peran Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan dengan tujuan untuk mempermudah 'memproses dana BOS sendiri' (kasus SDN 1 Rajabasa, Kota Bandarlampung dan banyak sekolah lain di Lampung). Di SDN Rajabasa 1 Bandarlamping, dana BOS 2007 dan 2008 tidak pernah diketahui oleh seluruh dewan guru sekolah.

Sarana dan prasarana kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah ini memiliki banyak kekurangan meskipun dana BOS sudah dicairkan. Pada tahun 2008 dana BOS untuk sekolah sekitar Rp. Kasus serupa kemungkinan terjadi di banyak sekolah di Lampung.

6. Pihak sekolah sengaja tidak membentuk Komite Sekolah (kasus ini terjadi pada SMA Negeri 2 Bandarlampung).

7. Dana BOS hanya dikelola oleh Kepala Sekolah dan Bendahara. Bendahara sering bersamaan dengan Kepala Sekolah. (Kasus di SD Negeri 1 Kaloli, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Kepala Sekolah SD, Patisila Talla, mengambil alih peran komite sekolah, yang bersama-sama dengan penanggung jawab dana BOS, menyiapkan rencana penggunaan dana BOS. Kepala sekolah membuat Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah ( RAPBS), digunakan, dan mempertanggungjawabkannya tanpa sepengetahuan komite sekolah. Seluruh dana BOS dari tahun 2006 hingga 2008 digunakan untuk kepentingan Kepala Sekolah. Total dana BOS yang digunakan Kepala Sekolah sebesar Rp.35.850.000.

8. Sekolah menarik sumbangan kepada orang tua siswa dengan dalih dana operasional sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang kurang (kasus di seluruh sekolah RSBI di Bandarlampung). Dengan alasan mempekerjakan guru, menambahkan infrastruktur sekolah, membangun ruang kelas baru, memperbaiki toilet, dan pagar, sekolah meminta sumbangan dari orang tua. Eks: SDN 2 Teladan Rawalaut, SMPN 25 Bandarlampung, dan masih banyak sekolah lainnya. Di SMPN 25 Bandarlampung, jumlah sumbangan telah ditentukan oleh sekolah.

9. Dana BOS sengaja dikelola secara tidak transparan. Indikasinya, hampir tidak ada sekolah yang memasang papan informasi tentang dana BOS. Rata-rata, dana BOS hanya diketahui oleh kepala sekolah. Manajemen tanpa melibatkan guru. Karena tidak transparan, peluang penyelewengan dana BOS sangat terbuka. Hampir semua kasus penyelewengan dana BOS disebabkan oleh pengelolaan BOS yang tidak transparan.

10. Sekolah (kepala sekolah) hampir selalu berpendapat bahwa dana BOS tidak mencukupi. Minimnya dana BOS dijadikan alasan bagi sekolah untuk menarik sumbangan dari orang tua siswa.

11. Kompilasi RAPBS bermasalah (sering markup/markup untuk jumlah siswa). Kepala sekolah mark-up jumlah siswa yang menerima dana BOS. (Kasus SMP PGRI 4 Bandarlampung dan SMP Negeri 27 Makkasar, Sulawesi Selatan. [kemungkinan besar juga di banyak sekolah lain]).

12. Kepala sekolah membuat laporan palsu. Honorarium untuk para guru yang dibayar dengan dana BOS diambil oleh Kepala Sekolah dengan tanda tangan palsu. (Kasus SMP Negeri 2 Jabung, Malang, Jawa Timur).

Selain memalsukan tanda tangan para guru, Imam Sahroni juga memalsukan penerimaan pembelian alat tulis kantor (ATK) dan meminjam uang tunai (dana BOS) dari bendahara BOS. Pada tahun 2007 Imam meminjam dan BOS untuk penggunaan pribadi sebesar Rp.23 juta. Bahkan, sejak 2009 hingga 2010 Imam Sahroni juga meminjam dana BOS sebesar Rp 17 juta setiap bulannya. Sehingga total penyelewengan dana BOS oleh Imam sebesar Rp.408 juta

13. Pembelian peralatan/prasarana sekolah dengan kwitansi palsu/pengadaan peralatan fiktif. (Kasusnya di sejumlah SD di DKI Jakarta). Beberapa tahun lalu, Retno Listyarti, FMGJ (Forum Musyawarah Guru Jakarta) mengungkapkan penyelewengan dana BOS di beberapa SD di Jakarta. Menurut FMGJ, banyak SD di Jakarta yang menggunakan dana BOS untuk pengadaan alat bantu pengajaran fiktif.

Alat bantu mengajar tidak dibeli oleh sekolah, melainkan di SPJ. Demikian juga pengadaan buku perpustakaan. SPJ ada tapi tidak ada penambahan buku baru. Modus lain terjadi dalam pengadaan kertas yang biasanya selama satu bulan. Anggaran tidak hanya dari satu pos tetapi juga di pos lain. Itu berarti anggaran ganda.

14. Prinsipal menggunakan dana BOS untuk kepentingan pribadi. Misalnya, hal ini terjadi di SMP Yos Sudarso di Kota Metro. Mantan kepala SMP Yos Sudarso Metro (sudah ditahan polisi), diduga kuat menyalahgunakan dana BOS 2005-2006 sebesar Rp.152 juta.

Solusi yang dapat ditawarkan di masa mendatang:

  1. Terdapat audit independen atas laporan penggunaan dana BOS
  2. Ada pengawasan dari DPRD—karena meskipun dana berasal dari pemerintah pusat, mekanisme penganggaran tetap melalui APBD.
  3. Ada peningkatan peran orang tua (anggota Komite Sekolah) untuk terlibat dalam pengawasan dana BOS.
  4. Perlu adanya intervensi KPK dengan mengambil alih seluruh kasus BOS
  5. Perlu ada penghargaan bagi sekolah yang mengelola BOS dengan baik dan hukuman bagi kepala sekolah yang menyalahgunakan dana BOS. Di Sulses, hukuman bagi kepala sekolah yang menyalahgunakan dana BOS dilakukan dengan menurunkan pangkat/kelas kepala sekolah. Penegakan hukum yang tegas diperlukan agar dapat menciptakan efek jera bagi kepala sekolah yang menyalahgunakan dana BOS.

Sumber: teraslampung.com


Ragam Modus Penyelewengan Dana BOS Rating: 4.5 Diposkan Oleh: TABINA GURU

0 komentar:

Posting Komentar