Narit Maja dalam Pepatah Aceh
Narit maja ini mempunyai banyak nilai positif bagi kehidupan sosial masyarakat Aceh. Biasanya narit maja ini membahas segala aspek kehidupan masyarakat Aceh. Mulai dari kehidupan masyarakat secara umum, keluarga, atau kehidupan pribadi.
Bagi masyarakat Aceh, Narit maja biasanya dijadikan sebagai patokan atau pedoman dalam kehidupan bermasyarakat di Aceh setelah berpedoman pada Alquran dan hadis.
Dalam bersosialisasi, masyarakat Aceh dikenal sebagai masyarakat yang religius. Masyarakat Aceh umumnya merupakan penganut agama islam yang taat. sehingga sangat banyak narit maja yang berkembang dalam masyarakat Aceh berhubungan dengan tuntunan agama.
a. Umu geutanyoe hanya siuroe simalam, uleh sebabnyan toubat teu bak na (umur kita hanya sehari semalam, oleh karnanya, bersegeralah bertaubat).
Menurut para ulama yang paling dekat dengan kita adalah maut dan yang paling jauh dengan kita adalah masa lalu. Jadi maknanya kematian itu selalu mengintai kita tidak mengenal waktu; dapat terjadi pada malam hari atau pada siang hari. Oleh karenanya masyarakat di Aceh selalu mengingatkan orang-orang yang di cintainya untuk selalu mengingat Allah SWT dan segeralah bertaubat akan segala kesalahan.
b. Laa ilaa haillallah, kalimah taibah payong pagee. Sou nyang afai kalimah nyan, seulamat iman dalam hatee (La ila haillallah, kalimah taubah payung pagar, Siapa yang hafal kalimat itu, selamat iman dalam hati).
Masyarakat Aceh sejak kecil telah dikenalkan dengan kalimat syahadat (Laa ilaa haillallah, Muhammadurrasulullah) sehingga di yakini sebagai kalimat pelindung atau payung pagar dari segala kejahatan atau perbuatan dosa di dunia dan menjadi penyelamat iman ketika maut menjemputnya.
c. Habeh nyawong Tuhan tung, habeh umong hukom pajoh (Habis nyawa, Tuhan yang ambil. Habis harta, hukum yang makan).
Umong (sawah) bagi orang Aceh merupakan harta yang terwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Jadi sebanyak apapun harta yang kita kumpulkan, bila ajal kita telah tiba hanya amal saja yang menemani dan menjadi penolong kita. Sedangkan harta kekayaan yang kita kumpulkan akan tinggal di dunia dan secara hukum akan beralih tangan menjadi milik orang lain.
d. Pang ulee Buet ibadat,Pang ulee Hareukat Meugoe (penghulu pekerjaan adalah beribadah, dan penghulu mencari nafkah adalah bertani/berdagang)
Bekerjalah dengan giat seolah kamu akan hidup selamamnya, dan beribadahlah kamu seolah kamu akan akan mati besok. Mungkin seperti itulah definisi lain dari narit maja di atas.
Bagi masyarakat Aceh ibadah sama pentingnya dengan mencari nafkah, karena ibadah untuk bekal akhirat sedangkan nafkah untuk bekal dunia. Masyarakat Aceh umumnya adalah masyarakat petani dan sebagiannya lebih suka berdagang jadi mencari nafkah bagi masyarakat Aceh lebih identik dengan cara Meugoe (bertani/berdagang) dan dalam pelaksanaanya selalu di niatkan agar dapat bernilai ibadah dengan cara yang halal.
e. Kullu nafsin geubeuet bak ulèe, nyan barô tathèe tatinggai dônya (ketika Kullu nafsin dibacakan di kepala, barulah sadar kita telah meninggalkan dunia).
Narit maja di atas lebih lazim digunakan untuk mengingatkan seseorang yang semasa hidupnya lupa kepada Allah SWT sebagai Tuhan pencipta segalanya, seolah-olah dia akan hidup selamanya, dia tidak akan mati dan berkuasa segalanya dunia ini.
Jadi narit maja ini bertujuan mengingatkan seseorang akan kematian sehingga diharapkan dapat segera bertobat dan mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk hidup setelah kematian.
f. Ujob teumeu’a ria teukabo, di sinan nyang le ureueng binasa (ujub ria, dan takabur, di situ kebanyakan orang akan terbawa pada kebinasaan).
Narit maja ini bagi masyarakat Aceh menjadi pengingat akan kekuasaan Allah SWT. Tuhan semesta alam yang maha akan segalanya. Manusia hanyalah makhluk kecil yang tidak berdaya di antara luasnya alam semesta. Jadi berujub ria dan takabur hanya akan membawa kita lupa kepada Allah SWT. Dan itu akan membawa kita kepada kebinasaan di dunia dan juga di akhirat.
0 komentar:
Posting Komentar